Sabtu, 06 Desember 2008

MEMBACAMU

MEMBACAMU I


Di tengah kemuakanku akan kemunafikan yang merasuki cara pandang dunia

Aku melihat gambaran itu

Gambaran yang kau berikan lewat kata-kata yang kau ketik

Keras!! Kuat!! Berbeda!!

Kau menyadarkanku bahwa ku tak sendiri

Kita muak bersama-sama... Haha..

Berbulan-bulan tulisan itu terpendam

Terpendam karena kekuranganku akan pengetahuan tentang alat yang membuat dunia terasa lebih kecil dan abstrak.

Kau menyentuh hatiku dengan teriakan yang kau tulis

Tentang kecintaanmu pada melodi menghentak yang tercipta juga karena kemuakan orang-orang seperti kita

Berkali-kali kau memanggilku untuk bercerita tentang isi otak kita, tapi aku tak tahu kau ada

Maaf,itu bukan karena aku tak mau, tapi aku memang tak tahu kau ada

Ah, gara-gara keterbatasanku!!

Pertama kali untuk kedua kalinya aku melihat gambaranmu

Hatiku bergejolak, entah karena aku merasa kita sama atau karena aku mengharapkanmu tentang sesuatu

Aku tersenyum bahkan tertawa kegirangan melihat caramu memandang dunia yang makin hari makin gencar berusaha membodohi manusia yang mestinya berbudaya ini

Aku bicara

Akhirnya bicara padamu bahwa aku telah lama setuju dengan apa yang kau bilang indah

Kau bicara

Kau bicara padaku bahwa kau mau tahu apa yang sedang kupikirkan tentang berbagai macam hal

Aku senang waktu kau bilang kau benar-benar mau tahu apa yang ku pikirkan

Aha!! Kita bicara!

Kita tak benar-benar sama yang seperti yang kita kira, ternyata....

Tapi tak apa.

Aku suka.

Aku harusnya mengerti tak mungkin kita sama.

Buat apa kita berbagi kalau kita sama?

Buat apa saling melengkapi kalau kita sama?

Sejak awal tanpa sadar kita tahu kita tak sama

Karena itu kita ingin tahu seperti apa kita


Kenapa??

Aku sudah merindukanmu sebelum aku bicara padamu??

Apa kau begitu??

Aku tak tahu aku merindukan hanya kau saja atau aku merindukan orang dengan semangat sepertimu??

Karena sulit!

Sulit sekali menemukanmu


Dan ada beberapa detik terbersit di otakku tentang kita

Tentang seperti apa kita nantinya

Seperti apa kita jika matahari terbenam

Seperti apa kita saat bulan tak lagi bulat

Seperti apa kita saat kita harus memutuskan


Mungkin tak akan sejauh itu

Mungkin tak mungkin bisa kita selalu saling menopang saat kita tergelincir

Karena kau jauh

Karena ada sekat yang sulit kita hilangkan bersama saat kita jauh

Atau juga karena kau tak pernah berpikir sejauh ku berpikir sejak awal kau coba mengenalku??

Sehingga kita tak pernah berjuang sekeras itu

Sehingga kita tak pernah bertarung melawan perbedaan yang tak bisa kita hilangkan

Perbedaan yang sudah melekat di dalam diri kita masing-masing yang membentuk kita sebelum kita jadi manusia sesungguhnya


Aneh bahwa aku selalu merindukanmu disaat kita belum menciptakan kenangan apapun

Aku tak tahu hal apa yang membuatku begitu merindukanmu

Begitu merindukanmu

Sangat merindukanmu

Ingin bicara panjang lebar padamu segera tentang kepenatanku

Menguapkan kelelahan yang mendidih di diriku

Menangis di depanmu sepuasku

Tanpa kau harus berkata basa basi untuk menenangkanku

Aku mau bercerita semuanya, segera!!

Aku mau tahu ketidaksempurnaanmu dan sisi tergelapmu

Aku mau mencoba mengerti

Karena sepertinya tak ada lagi yang sepertimu

Tak ada yang bisa membuatku merasa tenang dan punya orang yang sama-sama peduli tentang yang terjadi

Kau buat aku menemukan diriku yang hilang

Kau buat aku menemukan tempat mencintai diriku lebih dalam

Kau begitu samar tapi kau begitu kuat



MEMBACAMU (II)


Sial! Sial! Sial! Sial kamu!!


Salah! Salah! Salah! Salah aku!!


Aku salah menilaimu yang sialan itu!!


Tak ubahnya penggila materi!! Tak ubahnya penggila kepicikan ternyata!!


Ah, aku salah! Ah, kamu sial!!


Sesial-sialnya kamu, aku sakit juga di awal salah itu.


Bagaimana sedihnya merindukan sosok yang abstrak sama sekali.


Sosok yang kau bentuk sedemikian rupa yang terpatri di otakku.


Kau yang bercahaya itu tak pernah ada.


Kau hanya membara, tapi tak bercahaya.


Kau hanya panas, tapi tak bercahaya.


Kau hanya membakar, tapi tak bercahaya.


Sakit, merindukan cahaya yang tak pernah ada.


Kadang lebih baik merindukan cahaya yang jauh tapi menyinari dibanding merindukan bara yang rapuh tapi melukai tanganku.


Kadang.


Aku pun sudah muak dengan kadang.


Sial!!



1 komentar:

sita magfira mengatakan...

yah, berdua sjjah kami sore itu, Fa..
terkadang menyakitkan mencintai seseorang.
tapi lebih menyakitkan lagi saat dicintai oleh orang sedangkan kita mencintai orang yang lain...
huvd. muak aku dengan cinta. tapi tak pernah menafikkan kalo aku butuh cinta.
lelakihmu sndiri siapa, Fa???
*hhihi.